Cerpen "Cinta itu Rasa Bukan Logika"

Setiap orang berhak mempunyai dan menyimpan rasa sayang atau bahkan cinta kepada siapapun yang diinginkannya, yang diinginkan oleh hatinya. Sekalipun cinta seorang insane tak tercapai, jangan pernah salahkan cinta. Karena cinta memang tak bersalah. Rasa cinta itu hadir dengan sendirinya. Tak ada aturan untuk keluar masuk. Tak ada ketentuan jiwa mana yang akan ditujunya. Cinta itu rasa. Bukan logika.

Pagi ini, aku berangkat sekolah seperti biasa. Berjalan menyusuri lorong demi lorong dan menapaki setiap anak tangga untuk sampai kedalam kelasku. Ruangan paling pojok bertuliskan “XI IPA”. masih hening, sepi, hanya ada sang ketua kelas dan beberapa temanku. Seperti biasa, teman temanku yang lain tak akan berangkat pukul 05.30 dari rumahnya.

Bosan menunggu, perlahan kubaca beberapa majalah yang ada di meja belakang. Ada keinginan tersendiri dalam niatku. Niat agar si dia sembuh dan minimal bisa masuk hari ini. jam dinding masih berputar tanpa ada jawaban. Matematika kukerjakan pula. Berbincang dengan beberapa teman sekelasku, rasanya aku lupa matematikaku belum usai. “Ta”, Eca memanggil namaku dan mengarahkan jarinya ke suatu tempat. Sepintas aku memalingkan wajah. “Darrell,” panggilku dalam hati. Dia menatapku dan.. “Aaaaaaaaa,” aku berlari keluar kelas. Tertawa tanpa tau sebabnya apa. Yang jelas aku senang. Ya, aku senang.

Anak anak lain, memperhatikanku layaknya orang gila yang newbie. Hah, sebegitukah aku hari itu. Ah, who cares?! Oke. Mungkin baru beberapa bulan aku mengenalnya, dan tak pernah ada rasa apapun sebelumnya. Tapi minggu minggu ini lain cerita. Ada dag-dig-dug-der saat bertemu dengannya. Matanya yang teduh membuatku nyaman didekatnya. Tapi, tetap belum ada kepastian.
Bel masuk berbunyi. Jam pertama hari ini adalah pelajaran olahraga. Seperti biasa, bercanda-pemanasan-lari kelilng alun alun kota dua kali-pelajaran-selesai. Biasa, sama seperti biasanya. Hanya bedanya, tatapan Darrell tak mampu kualihkan hingga tanganku bergetar bahkan mungkin salah tingkah. Oh Tuhan, sampai bermain bola volley saja aku tak bisa.

Ya. jam pertama sampai jam ketiga sudah selesai, artinya sekarang adalah break time. Masuk ke kelas yang awalnya dingin dan datar, tapi saat itu, benar benar mengasyikkan. Tapi tunggu, ada apa? Ada apa dengan sorot mata Darrell? Sampai pelajaran selanjutnya dimulaipun, masih sama. Layaknya burung merpati yang ingin terbang menghampiri, namun tak tau bagaimana caranya. Sepertinya ada yang mau dia bicarakan. Tapi aku tak bisa memulai, karena sejak tadi pagi, setelah dia sakit dan absen dua hari, aku sama sekali belum bicara kepadanya. Terus saja aku berfikir, sampai aku ingat kejadian tadi. Hadrian namanya, teman dekatku berkata “Rasain, di PHP”, masih dengan gelagak tawa khasnya. Ya, fikiranku seakan akan tertancap pada kata itu. “Apa maksudnya?”, tanyaku dalam hati.

Jam istirahat, waktunya happy happy. Video video lucu menemani breaktime ku bersama Hannan. Ya, tertawa dan bernyanyi bersama. Tanpa peduli siapapun dibelakang yang berteriak menyuruhku berhenti. Awan putih, langit membiru yang cerah, berganti mendung, muram, tak lagi nampak indah ketika adhit membisikkan kata itu. Sakit, aku tak shock saat itu, tapi air mataku tak lagi mampu kubendung nampaknya. Ya, semuanya terasa menyakitkan. “Dia udah punya pacar”, bisik Hadrian. Kutahan emosiku, karena aku tak ingin banyak orang yang tau. Spontan, kuajak Hannan menghadap kepada Tuhan, Allah SWT. Kucurahkan semuanya. Bulir demi bulir airmata mulai bercucuran. “Ya Tuhan, kenapa harus terjadi? Baru sebentar kurasakan kebahagiaan. Kurasakan kepedulian. Kurasakan kasih sayang. Kurasakan perhatian. Kukira aku masih terbang jauh disana bersama canda tawa hari ini. tapi takdir-Mu Tuhan. Kuterima apapun dari-Mu. Jatuh itu menyakitkan Tuhan. Ya Tuhan. Kau MahaTahu dari apapun ciptaanMu. Kau tau yang kurasakan. Karenanya, kumohon kekuatan dan kesabaran padaMu Tuhan”, ucapku lirih setelah aku bersujud, meminta kepadanya.

Kembali menyusuri lorong lorong. Sebisa mungkin aku tetap tersenyum, tapi aku tak bisa. Airmata ini menetes membasahi pelupuk mataku yang sayu. Banyak orang bertanya, dan tetap saja jawabanku, aku tak apa apa. Ya. aku gagal menyemmbunyikan lukaku hari ini. Hannan, dia mengusap bahuku, berusaha menguatkanku, tapi semakin dia begitu semakin menjadi tangisanku. Bertemu dengannya. Menatap matanya. Tak lagi terasa bahagia. Sakit.. sangat sakit, luka hari kemarin belum pergi, tapi hari ini, lagi lagi luka lain menambahi. Mungkin besok ratusan luka masih sibuk mengantri.

Pelajaran berlangsung, berulang kali aku ke kamar mandi hanya untuk bercermin dengan airmata. Menunggu seseorang memelukku dan berkata, aku tau kau sedang ada masalah. Tapi itu impossible. Ya, kembali ke kelas dengan mata sembab. Aku berlagak sedang baik baik saja, tapi selalu pecah kembali. Kuputuskan untuk memakai topeng keceriaanku lagi. Bernyanyi sepuasku, tanpa tau malu. Aku tau ada guruku disitu, tapi hanya ini yang bisa membuatku sedikit lepas. Aku sangat freak. Tapi setidaknya, ke-freak-an ku itu, bisa menutupi segala kesedihanku dan membuat orang di sekitarku tak khawatir.

Masih dalam hati yang mendung, cuacapun mengerti keadaanku. Angin, gelap, dan mendung, hujan. Semuanya seakan akan mencerminkan perasaanku hari itu. Seperti tak waras. Kulihat langit yang tak lagi biru, dan tersenyum dengannya. Menghirup udara,”ini bukan masalah. Tak ada yang salah dalam hal ini. karena ini masalah rasa. Bukan logika. Tetap tegar dan terus melangkah”, kataku memotivasi diriku sendiri.

Semburat senyum tipis dari wajah temanku, Vela. Velaria Nirwana Alexa, menghampiriku dan berkata, “Arfeta,  Darrell belum punya pacar. Dia Cuma lagi suka sama orang. Tapi dia juga suka sama kamu”. Aku tersenyum, kukira masih ada celah. “tapi dikit”, terusnya. –DUAARRR!! Gemuruh di hatiku mulai merajalela. Aku tetap tersenyum, walau aku tak tau entah apa arti senyumku itu.

Pulang bersama rintikan hujan. Ditelingaku masih terngiang ngiang kata kata mereka. Di mataku masih tergambar jelas gambaran wajah Darrell. “Ah, sudahlah lupakan”, caciku. “Malam minggu ini akan kuhabiskan waktuku dengan keluarga. Aku akan mengajak mereka jalan jalan keluar rumah”,janjiku dalam hati.

Benar saja, malam itu aku dan keluargaku merasakan kebersamaan dibawah bentangan payung alam nan teduh dan berhiaskan bintang. Namun sayang, di perjalanan aku sempat tertidur.
:-Langit malam dan secercah cahaya bulan menemani keceriaanku bersama Darrell. Ya, aku sedang bersama dengannya. Mengitari dan menikmati kerdipan bintang dan bulan sebelum mentari kembali. Mau tak mau jarak antara aku dan dia berdekatan pula. Bercanda tawa ria, seakan akan disitu hanya ada kita berdua. Tapi tidak, disitu ada banyak teman temanku yang ikut bergabung meramaikan suasana. Namun, tiba tiba.. Rasanya pening sekali, seakan akan semua pandangan kabur. Hanya ada Darrell didepanku itupun samar samar. Tak lagi kulihat semuanya. Tapi Darrell sempat tersenyum kepadaku, sebelum akhirnya..


“Arfeta, sudah sampai. Bangun sayang”, suara mama membangunkanku. Ah, Tuhan. Itu semua hanya mimpi.

Farikhah Qumairo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Teks Fabel Fantasi dan Fabel Fiksi Ilmiah beserta Contohnya

''Puisi Untuk Wakil Rakyat"

CONTOH TEKS FABEL FIKS ILMIAH